"ARC RUMAH TUA"
Ruangan itu berupa perpustakaan kecil berbentuk kotak dengan perapian di tengahnya. Sekelilingnya hanyalah rak buku yang penuh dengan buku usang. Tidak ada pintu lagi disana. Benar-benar terjebak di dalam sebuah perpustakaan. Redd berusaha untuk tetap membiarkan pintu yang mereka masuki tadi terbuka, namun gagang pintu itu menjadi panas sekali dan secara refleks Redd melepasnya dan membuat suara pintu tertutup dengan keras.
"Pintunya tertutup lagi?!" tanya Greegg kaget.
"Sori. Gagangnya membakar tanganku." ujarnya kalem sembari menunjukkan telapak tangannya yang memerah.
"Maafkan aku, teman-teman. Gara-gara aku ngotot mencari hpku yang hilang. Kita semua terjebak di sini." ujar Seyra sedih.
"Bukan salahmu, Seyra. Akulah yang mengajak mereka kemari hanya karena mempercayai aplikasi." timpal Lyfa sembari menepuk bahu Seyra.
"Sudah... sudah... Kita semua pasti bisa keluar dari sini. Kita mungkin sedang dikerjai pemilik rumah ini karena sudah masuk ke rumahnya tanpa ijin," ujar Eva sembari merangkul mereka.
"Ehm... Siapapun yang ada disana. Apa yang harus kita lakukan kali ini?" tanya Redd sembari mengetuk setiap inchi rak yang terbuat dari kayu tersebut.
"Teman... kamu... selamanya..." jawab suara itu tak begitu jelas. Terputus putus dan hanya seperti bisikan suaranya berasal dari perapian di tengah mereka.
"Apa?" tanya Redd sembari mendekati perapian. Dia mengira ada seseorang di perapian. Namun tak ada siapapun disana. Melihat Redd yang aneh mereka mulai penasaran.
"Ada apa, Redd?" tanya Gregg.
"Apa kau tidak dengar? Mereka bilang "teman","selamanya', tapi seperti bisikan dan tidak terdengar jelas."
"Siapa yang kau maksud? Kami tidak mendengar siapa-siapa." jawab Eva takut.
Redd membeku mendengar jawaban Eva. Dia menatap perapian lagi, dan...
Perapian yang tidak menyala mendadak menyala dan mengagetkan mereka semua.Untungnya Redd sudah tidak mendekatkan kepalanya ke dalam perapian itu.
"Apa-apaan! Perapian itu menyala sendiri!" teriak Gregg kaget.
Di dalam perapian yang menyala-nyala itu mereka bisa melihat bahwa seperti ada sesosok wajah yang menggeliat di dalam bara api. Walaupun sekilas, mereka dapat melihat bahwa wajah itu tersenyum, senyuman mengerikan yang terus melekat dalam pikiran mereka.
"Kalian lihat itu? Wajah di bara api!" teriak Eva tak percaya.
"Gak mungkin. Mana bisa ada wajah di bara api! Pasti ada triknya!" teriak Seyra sembari melemparkan sebuah buku ke dalam bara perapian.Setelah buku terbakar dan lenyap, bara perapian semakin membesar.
Seyra hampir memasukkan buku lagi ke dalam bara perapian, namun tangan Redd menahannya.
"Jangan... Kau bisa membuat ruangan ini terbakar."
Seyra sadar apa yg dia lakukan. Ya, tindakannya membuat perapian semakin besar dan besarnya perapian bisa membuat ruangan itu terbakar.
"Sori. Aku..." ujarnya sembari mengembalikan buku ke raknya semula.
"Kurasa kita harus melakukannya seperti tadi, Redd. Kau potret sesuatu yang aneh dan kemudian bisa membuat kita keluar dari sini. " usul Lyfa.
"Apa yang bisa ku potret...?" tanya Redd pada dirinya sendiri. Ia kemudian teringat sesuatu, suara yang muncul dari perapian. Hanya dia yang bisa mendengarkannya.
Redd mendekati perapian dengan hati-hati. Ia siap membidik perapian dengan kameranya.
"ceklik" suara shutter bersamaan dengan suara api yang meledak mengagetkan mereka semua. Setelah api meledak dan membesar beberapa saat, api itu padam dan tembok di belakang api yang menyala tadi mendadak bergeser ke atas. Terbukalah sebuah pintu kecil yang bisa mereka masuki dengan merangkak. Gregg merangkak memasukinya disusul 2 cewe di belakangnya, Seyra dan Lyfa.
Kertas foto di kamera yang Redd pakai keluar. Redd menariknya dan melihat ke kertas foto hasil jepretan tadi. Lagi-lagi penampakan lain terfoto dalam kertas tersebut. Ia melihat sesosok benda gosong terbakar di dalam perapian yang menyala itu. Ia tidak mau memperlihatkan foto itu pada teman-temannya. Setelah melihat foto itu, ia langsung memasukkannya ke dalam sakunya.
"Apa yang kau lihat?" tanya Eva penasaran. Hanya dia yang masih berada di ruangan itu.
"Tidak. Sebaiknya kau tidak melihatnya, Ev." ujar Redd sembari mendorong Eva ke dalam perapian. "Ayo, mereka sudah menunggu."
Eva merangkak memasuki perapian yang berdebu itu disusul Redd dan menemukan teman-temannya yang penuh dengan debu menunggunya.
Melihat wajah teman-temannya yang penuh dengan debu itu mereka tak kuat untuk menahan tawa. Ketika mereka tertawa, terdengar tawa mengerikan yang menyusul mereka tertawa dan membuat mereka diam.
"Pintunya tertutup lagi?!" tanya Greegg kaget.
"Sori. Gagangnya membakar tanganku." ujarnya kalem sembari menunjukkan telapak tangannya yang memerah.
"Maafkan aku, teman-teman. Gara-gara aku ngotot mencari hpku yang hilang. Kita semua terjebak di sini." ujar Seyra sedih.
"Bukan salahmu, Seyra. Akulah yang mengajak mereka kemari hanya karena mempercayai aplikasi." timpal Lyfa sembari menepuk bahu Seyra.
"Sudah... sudah... Kita semua pasti bisa keluar dari sini. Kita mungkin sedang dikerjai pemilik rumah ini karena sudah masuk ke rumahnya tanpa ijin," ujar Eva sembari merangkul mereka.
"Ehm... Siapapun yang ada disana. Apa yang harus kita lakukan kali ini?" tanya Redd sembari mengetuk setiap inchi rak yang terbuat dari kayu tersebut.
"Teman... kamu... selamanya..." jawab suara itu tak begitu jelas. Terputus putus dan hanya seperti bisikan suaranya berasal dari perapian di tengah mereka.
"Apa?" tanya Redd sembari mendekati perapian. Dia mengira ada seseorang di perapian. Namun tak ada siapapun disana. Melihat Redd yang aneh mereka mulai penasaran.
"Ada apa, Redd?" tanya Gregg.
"Apa kau tidak dengar? Mereka bilang "teman","selamanya', tapi seperti bisikan dan tidak terdengar jelas."
"Siapa yang kau maksud? Kami tidak mendengar siapa-siapa." jawab Eva takut.
Redd membeku mendengar jawaban Eva. Dia menatap perapian lagi, dan...
Perapian yang tidak menyala mendadak menyala dan mengagetkan mereka semua.Untungnya Redd sudah tidak mendekatkan kepalanya ke dalam perapian itu.
"Apa-apaan! Perapian itu menyala sendiri!" teriak Gregg kaget.
Di dalam perapian yang menyala-nyala itu mereka bisa melihat bahwa seperti ada sesosok wajah yang menggeliat di dalam bara api. Walaupun sekilas, mereka dapat melihat bahwa wajah itu tersenyum, senyuman mengerikan yang terus melekat dalam pikiran mereka.
"Kalian lihat itu? Wajah di bara api!" teriak Eva tak percaya.
"Gak mungkin. Mana bisa ada wajah di bara api! Pasti ada triknya!" teriak Seyra sembari melemparkan sebuah buku ke dalam bara perapian.Setelah buku terbakar dan lenyap, bara perapian semakin membesar.
Seyra hampir memasukkan buku lagi ke dalam bara perapian, namun tangan Redd menahannya.
"Jangan... Kau bisa membuat ruangan ini terbakar."
Seyra sadar apa yg dia lakukan. Ya, tindakannya membuat perapian semakin besar dan besarnya perapian bisa membuat ruangan itu terbakar.
"Sori. Aku..." ujarnya sembari mengembalikan buku ke raknya semula.
"Kurasa kita harus melakukannya seperti tadi, Redd. Kau potret sesuatu yang aneh dan kemudian bisa membuat kita keluar dari sini. " usul Lyfa.
"Apa yang bisa ku potret...?" tanya Redd pada dirinya sendiri. Ia kemudian teringat sesuatu, suara yang muncul dari perapian. Hanya dia yang bisa mendengarkannya.
Redd mendekati perapian dengan hati-hati. Ia siap membidik perapian dengan kameranya.
"ceklik" suara shutter bersamaan dengan suara api yang meledak mengagetkan mereka semua. Setelah api meledak dan membesar beberapa saat, api itu padam dan tembok di belakang api yang menyala tadi mendadak bergeser ke atas. Terbukalah sebuah pintu kecil yang bisa mereka masuki dengan merangkak. Gregg merangkak memasukinya disusul 2 cewe di belakangnya, Seyra dan Lyfa.
Kertas foto di kamera yang Redd pakai keluar. Redd menariknya dan melihat ke kertas foto hasil jepretan tadi. Lagi-lagi penampakan lain terfoto dalam kertas tersebut. Ia melihat sesosok benda gosong terbakar di dalam perapian yang menyala itu. Ia tidak mau memperlihatkan foto itu pada teman-temannya. Setelah melihat foto itu, ia langsung memasukkannya ke dalam sakunya.
"Apa yang kau lihat?" tanya Eva penasaran. Hanya dia yang masih berada di ruangan itu.
"Tidak. Sebaiknya kau tidak melihatnya, Ev." ujar Redd sembari mendorong Eva ke dalam perapian. "Ayo, mereka sudah menunggu."
Eva merangkak memasuki perapian yang berdebu itu disusul Redd dan menemukan teman-temannya yang penuh dengan debu menunggunya.
Melihat wajah teman-temannya yang penuh dengan debu itu mereka tak kuat untuk menahan tawa. Ketika mereka tertawa, terdengar tawa mengerikan yang menyusul mereka tertawa dan membuat mereka diam.
*END OF CAPTURE 4*
0 comments:
Post a Comment